Kulonprogo — Radarnet.co.id | Setelah sebelumnya diberitakan oleh sejumlah media online, investigasi lanjutan terhadap Proyek Preservasi Jalan Gotakan–Cerme kembali menemukan sejumlah kejanggalan yang lebih serius.
Awak media bersama lembaga GNP Tipikor Jateng–DIY melakukan monitoring ulang pada Senin, 22 Desember 2025, dan mendapati bahwa kondisi pekerjaan di lapangan justru semakin memprihatinkan.
Papan Proyek Sebut Nilai Rp 7,17 Miliar, Durasi Hanya 36 Hari
Berdasarkan papan informasi proyek yang terdokumentasi, pekerjaan Preservasi Jalan Gotakan–Cerme dikerjakan oleh CV Permata Karya dengan nilai kontrak Rp 7.178.067.758 dan waktu pelaksanaan hanya 36 hari kalender. Proyek ini bersumber dari APBN Tahun Anggaran 2025.
Durasi yang sangat pendek tersebut sejak awal sudah memantik pertanyaan publik terkait realisme waktu dan potensi kualitas pengerjaan.
TEMUAN LAPANGAN TERBARU
1. Ketebalan Aspal Hanya 3–4 cm, Jauh dari RAB dan Jauh di Bawah Standar AC-BC
Dalam dokumentasi investigasi, pengukuran lapisan aspal menunjukkan ketebalan hanya sekitar 3–4 cm.
Padahal, pelaksana kepada warga sebelumnya menyebutkan ketebalan sesuai RAB adalah 6 cm.
Lebih jauh lagi, standar umum pekerjaan AC-BC (Asphalt Concrete – Binder Course) mensyaratkan ketebalan 7–8 cm untuk mencapai daya dukung yang ideal.
Perbedaan ketebalan ini jelas berpotensi mengurangi kualitas konstruksi jalan dan mempercepat kerusakan dini.
Kutipan warga:
“Ini aspal baru, tapi sudah mengelupas dan retak. Ketebalannya tipis sekali, cuma beberapa senti. Kalau begini, ya jelas cepat rusak,” ujar Bambang (48), warga sekitar lokasi proyek.
2. Retakan Serius pada Talud Batu Kali
Pada beberapa titik, talud batu yang baru dibangun terlihat mengalami retakan vertikal dan diagonal.
Foto yang ditinjau menunjukkan plesteran yang tidak merata, rongga antar batu terbuka, serta rembesan air yang muncul di kaki talud.
Kondisi ini menunjukkan indikasi pengerjaan yang tidak memenuhi standar teknis konstruksi.
Kutipan tokoh masyarakat:
“Talud itu baru dibuat, tapi kok sudah retak? Ini kan bahaya. Kalau dibiarkan, bisa ambrol dan mengancam keselamatan pengguna jalan,” tegas Sutrisno, tokoh masyarakat setempat.
3. Aspal Baru Sudah Mengelupas dan Mengalami Retak Buaya
Lapisan aspal pada sejumlah titik terlihat terkelupas, dan ditemukan pola retak buaya (alligator cracking) yang umumnya muncul pada jalan yang sudah lama rusak — bukan pada lapisan yang baru dikerjakan.
Hal ini diduga kuat akibat:
Kualitas material aspal tidak memenuhi standar
Proses pemadatan agregat sebelumnya tidak sesuai prosedur.
Pengkondisian air yang tidak dilakukan pada tahap pemadatan, sebagaimana diberitakan sebelumnya.
4. Progres Baru Mencapai 50%, Padahal Tenggat Tinggal Sepekan
Hingga 22 Desember 2025, progres fisik proyek baru sekitar 50%, jauh tertinggal dari jadwal.
Padahal, sesuai papan proyek, pekerjaan harus rampung pada 31 Desember 2025.
Keterlambatan progres ini semakin menguatkan dugaan bahwa pelaksana tengah kejar tayang, sehingga kualitas pengerjaan dikhawatirkan dikorbankan.
PUBLIK BERTANYA: SUDAH RAMAI DI MEDIA, MENGAPA BELUM ADA PERBAIKAN?
Setelah pemberitaan awal bermunculan di berbagai media online, masyarakat berharap adanya tindakan korektif dari pihak PPK, konsultan pengawas, maupun kontraktor pelaksana.
Namun, hingga monitoring ulang dilakukan, tidak ada tanda-tanda upaya perbaikan pada titik-titik yang bermasalah.
Kutipan warga lainnya:
“Berita sudah viral, tapi kok tidak ada perbaikan? Malah kerusakannya tambah kelihatan. Ini seperti dibiarkan saja,” keluh Slamet (52), salah satu warga yang ditemui di lokasi.
SIKAP LEMBAGA ANTI KORUPSI GNP TIPIKOR JATENG–DIY
Terkait temuan tersebut, Kadiv Investigasi GNP Tipikor Jateng–DIY, M. Soleh Ali, menyampaikan bahwa pihaknya akan berkirim surat resmi ke instansi terkait, termasuk Balai Pelaksanaan Jalan Nasional dan PPK.
(Red)




Komentar0