BLORA | Radarnet.co.id — Penangkapan tiga wartawan asal Semarang oleh Polres Blora masih menyita perhatian publik. Di balik tudingan pemerasan, kini muncul pertanyaan besar: benarkah ketiganya memeras, atau justru dijebak oleh pelapor yang diduga kuat sebagai oknum aparat yang terlibat dalam bisnis BBM subsidi ilegal?
Ketua Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia (LCKI) Jawa Tengah, Y. Joko Tirtono, SH—yang akrab disapa Jack Lawyer—turun langsung ke Polres Blora pada Senin (2/6/2025). Kehadirannya sebagai bentuk kepedulian atas dugaan kriminalisasi terhadap wartawan yang tengah menjalankan tugas investigatif.
> “Kasus ini terkesan dipaksakan. Pelapor, yang justru diduga kuat sebagai pelaku pengangsuan BBM ilegal, tidak tersentuh hukum. Padahal ia sendiri yang mengatur pertemuan di rumah makan dan menyerahkan uang kepada wartawan. Ini sudah memenuhi unsur Pasal 11 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap,” tegas Jack.
Awalnya Investigasi, Berujung Jebakan?
Perkara ini bermula dari laporan investigatif media PortalIndonesiaNews.Net terkait dugaan praktik pengangsuan BBM subsidi ilegal yang menyeret oknum aparat. Tiga wartawan berinisial JS, FAP, dan SY kemudian dituding meminta kompensasi untuk menurunkan berita. Namun, pelapor justru menyambut baik, mengundang ketiganya, dan menyerahkan uang di lokasi yang ternyata sudah “dikondisikan.”
Kuasa hukum Pemimpin Redaksi PortalIndonesiaNews.Net, Iskandar, menegaskan bahwa tidak ada unsur paksaan, intimidasi, ataupun ancaman dalam proses tersebut. Uang diberikan secara sukarela, tanpa tekanan, sehingga tidak memenuhi unsur pasal 368 KUHP tentang pemerasan.
> “Kalau ini pemerasan, kenapa pelapor tidak menolak dari awal? Kenapa justru dia yang menentukan tempat, waktu, dan membawa uang tunai ke lokasi?” ujar Jack.
Jack juga menambahkan, Iskandar selaku Pemred telah melarang wartawan SY untuk menghadiri undangan pelapor dan bahkan menolak nominal uang yang ditawarkan. Iskandar menyarankan agar klarifikasi atau hak jawab dilakukan secara resmi di kantor redaksi. Namun, anehnya, tiga wartawan justru ditangkap ketika datang memenuhi undangan pelapor.
Barang Bukti Menghilang, Wartawan Dipenjarakan
Sebelum kasus ini mencuat, tim wartawan telah mengantongi dokumentasi foto dan video gudang yang diduga digunakan untuk pengangsuan BBM ilegal. Namun, setelah penangkapan terjadi, isi gudang tersebut diduga telah dikosongkan.
> “Ini jelas bentuk penghilangan barang bukti. Yang lebih janggal, justru wartawan yang sah secara legal, SY Juga terdaftar di organisasi pers PPWI, SY bekerja di perusahaan media berbadan hukum PT. Portal Indonesia News Grup—malah ditahan. Sementara pelaku utama bebas melenggang,” ungkap Jack usai mendampingi pemeriksaan Iskandar selama hampir empat jam di Polres Blora.
Desakan LCKI: Proses Pelapor, Jangan Kriminalisasi Pers
Jack menilai langkah hukum yang diambil Polres Blora terlalu sepihak. Ia meminta agar pelapor, yang juga merupakan pemberi suap dan terindikasi terlibat dalam praktik BBM ilegal, turut diproses secara hukum sesuai Pasal 55 dan 56 KUHP tentang penyertaan dalam tindak pidana.
> “Kami mendesak agar pelapor diperiksa juga. Jangan sampai hukum ini hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Ini bisa menjadi preseden buruk bagi kebebasan pers di negeri ini,” tegasnya.
Dalam percakapannya dengan Kanit Tipidter Polres Blora, Aiptu Cahyoko, Jack juga mengusulkan agar penyelesaian perkara ini dipertimbangkan melalui pendekatan Restoratif Justice (RJ), guna menghindari kriminalisasi terhadap profesi wartawan yang sah dan diakui oleh undang-undang.
Akhirnya, Siapa Pelaku Sebenarnya?
Publik kini menantikan ketegasan Polres Blora: apakah akan memproses pelapor yang diduga kuat terlibat dalam jaringan pengangsuan BBM subsidi ilegal, atau justru membiarkannya bebas, sementara insan pers yang sedang menjalankan fungsi kontrol sosial harus mendekam di balik jeruji?
Media bukan musuh. Wartawan bukan kriminal. Jika hukum digunakan untuk membungkam kebenaran, maka keadilan itu sendiri telah dikubur oleh tangan-tangan kekuasaan.(Red)
Komentar0