WONOSOBO – Radarnet.co.id | Dunia pendidikan kembali tercoreng oleh praktik penahanan ijazah. Seorang siswa SMP Negeri 6 Satu Atap Kepil, Kabupaten Wonosobo, tidak mendapatkan ijazah kelulusannya karena belum melunasi pembayaran Lembar Kerja Siswa (LKS) senilai Rp 50.000.
Peristiwa ini terjadi pada Rabu (25/6/2025). Orang tua siswa, Alek S, menyatakan kekecewaannya saat mendatangi sekolah dan mendapati bahwa ijazah anaknya belum bisa diberikan karena adanya tunggakan LKS.
Pihak sekolah melalui Humas, Abdul Hamid, membenarkan bahwa siswa tersebut belum melunasi pembayaran. Namun, ia menegaskan bahwa hal itu bukanlah bentuk penahanan resmi.
“Sebenarnya tidak ada penahanan. Ini hanya sebagai bentuk konsekuensi agar semua siswa tertib administrasi,” ujar Abdul Hamid.
Meski tidak mengakui secara langsung adanya penahanan, pernyataan tersebut mengindikasikan adanya pengkondisian administratif yang secara substantif berakibat pada terganjalnya hak siswa untuk menerima dokumen kelulusan. Dalam praktik sebelumnya, menurut pihak sekolah, ijazah tetap diberikan meski terdapat kekurangan administrasi. Namun, pada kasus ini, kebijakan berbeda diberlakukan.
Diduga Langgar Aturan Pendidikan
Orang tua siswa menyayangkan adanya praktik jual beli LKS yang masih berlangsung di lingkungan sekolah negeri. Ia meminta agar Dinas Pendidikan Wonosobo melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan tersebut.
“Saya berharap pemangku kebijakan pendidikan di Wonosobo meninjau kembali praktik jual beli LKS. Semua sudah ada aturannya,” kata Alek S.
Penahanan ijazah dengan alasan tunggakan keuangan non-akademik seperti LKS bertentangan dengan berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, pihak sekolah dilarang melakukan pungutan wajib yang bersifat memaksa. Selain itu, Peraturan Mendikbud Nomor 19 Tahun 2016 serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juga mengatur bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan tanpa diskriminasi.
Bahkan dalam perspektif hukum administrasi, praktik penahanan ijazah dapat dikategorikan sebagai bentuk maladministrasi yang melanggar prinsip pelayanan publik, yakni aksesibilitas, non-diskriminasi, dan keadilan.
Pakar pendidikan dan pemerhati kebijakan publik menilai bahwa penahanan ijazah adalah bentuk pelanggaran hak dasar siswa. Ijazah merupakan hak mutlak yang tidak boleh dijadikan alat tukar atau jaminan pembayaran. Sekolah sebagai institusi negara wajib tunduk pada asas kepastian hukum dan perlindungan hak peserta didik.
Masyarakat kini menanti langkah tegas dari Dinas Pendidikan Kabupaten Wonosobo guna menyelesaikan persoalan ini serta memastikan agar hak-hak peserta didik tidak dikorbankan oleh kebijakan administrasi yang menyimpang dari hukum.
(Fauzi)
Komentar0