Kudus, 19 Oktober 2025 - Radarnet.co.id |
Kasus dugaan pungutan liar (pungli) kembali mencoreng institusi kepolisian. Aroma busuk praktik pemerasan kali ini menyeruak di lingkungan Satlantas Polres Kudus, Jawa Tengah. Di tengah gencarnya kampanye “Polri Presisi” dan pelayanan bebas pungli, justru muncul kenyataan pahit: rakyat kecil masih harus membayar mahal untuk keadilan yang seharusnya gratis.
Seorang warga berinisial R, asal Desa Mejobo, Kabupaten Kudus, mengaku dipalak sebesar Rp750.000 hanya untuk memperoleh SIM C baru. Padahal biaya resmi pembuatan SIM sesuai PP No. 76 Tahun 2020 hanya Rp100.000.
Dalam keterangannya kepada tim investigasi Radar Kasus News.com pada 9 Oktober 2025, R menceritakan bahwa dirinya datang langsung ke Satlantas Polres Kudus pada 7 Oktober 2025 untuk membuat SIM baru. Namun, bukannya mendapatkan pelayanan sesuai prosedur, ia justru dihadapkan pada tawaran jalur cepat dengan imbalan uang tunai.
> “Saya datang untuk bikin SIM baru, tapi petugas di lokasi bilang kalau mau cepat bisa lewat jalur khusus, biayanya Rp750 ribu. Karena butuh segera, saya akhirnya terpaksa ikut,” ujar R dengan nada kecewa.
Temuan ini menambah panjang daftar kelam praktik jual-beli pelayanan publik di sektor lalu lintas. Sumber internal yang enggan disebut namanya bahkan menyebut, pola semacam ini bukan hal baru. “Sudah sistem lama, cuma orangnya saja yang ganti. Semua tahu, tapi pura-pura tidak tahu,” ungkapnya.
Padahal, Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sudah jelas mengatur: setiap pegawai negeri yang menerima hadiah atau janji untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya dapat dijerat hukuman penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun.
Menanggapi laporan masyarakat ini, Direktur Utama sekaligus Pemimpin Redaksi Radar Kasus News.com, Erlangga Setiawan, S.H., melontarkan pernyataan keras yang menggugah publik:
> “Kalau benar ada pungli di lingkungan Satlantas Kudus, maka Kapolres Kudus tidak boleh hanya diam di balik meja. Diamnya pimpinan adalah bentuk pembiaran, dan pembiaran adalah pengkhianatan terhadap rakyat. Polda Jateng wajib turun tangan!” tegas Erlangga.
Ia juga menegaskan bahwa pihaknya akan mengawal kasus ini hingga tuntas dan tidak segan menyerahkan hasil investigasi kepada lembaga berwenang, termasuk Divisi Propam Mabes Polri, jika penanganan di tingkat daerah terkesan lamban.
Namun, yang lebih mengejutkan, saat wartawan Radar Kasus News.com mencoba melakukan konfirmasi resmi kepada Kanit Regident Satlantas Kudus yang akrab disapa “Bu Dwi” pada tanggal 19 Oktober 2025, baik melalui pesan singkat WhatsApp maupun panggilan WhatsApp, tidak ada tanggapan sama sekali.
Sikap bungkam ini justru menimbulkan tanda tanya besar di tengah publik — apakah benar ada yang ingin menutupi persoalan atau sekadar pura-pura tidak tahu?
Diamnya pejabat publik di tengah isu serius seperti ini hanya memperkuat dugaan bahwa ada sesuatu yang sedang disembunyikan.
> “Rakyat sudah muak dengan klarifikasi manis. Yang dibutuhkan sekarang adalah tindakan nyata. Jika hukum hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas, maka keadilan telah mati — dibunuh oleh tangan aparatnya sendiri,” tutup Erlangga dengan nada tajam.
Hingga berita ini dipublikasikan, tim redaksi Radar Kasus News.com masih terus berupaya mendapatkan klarifikasi lanjutan dari Kasat Lantas Polres Kudus, Kapolres Kudus, serta pihak Polda Jawa Tengah. Namun hingga kini, belum ada satu pun pihak yang bersedia memberikan jawaban resmi.
(Red)
Komentar0